
JAKARTA, KOMPAS — Kontribusi anak muda generasi milenial atau generasi Y perlu diarahkan untuk kemajuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan mendasar dibutuhkan, seperti regulasi dan pola peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali kepada Kompas, Senin (14/3/2016), di Jakarta, menyampaikan, pertarungan industri masa depan mengacu pada bisnis model yang dianut oleh tiap-tiap sektor. Bidang usaha minimarket, seperti Indomaret, akan berkompetisi dengan kedai modern Seven Eleven atau Family Mart. Kedai tersebut sekarang menjadi tempat berkumpul anak muda.
“Tantangan perusahaan ataupun korporasi saat ini adalah bagaimana mencetak pemimpin masa depan melalui sumber daya manusia muda atau generasi Y,” katanya.
Generasi Y lahir dalam kurun waktu 1980-1999. Menurut Rhenald, generasi ini memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan pendahulunya. Mereka membutuhkan ruang kemerdekaan berpikir dan berkreasi. Di dalam sebuah perusahaan ataupun korporasi memiliki dua jenis, yaitu anak muda calon pemimpin atau pengikut.
Untuk membimbing anak muda calon pemimpin, bimbingan wawasan bisnis adalah hal utama, bukan teknis. Guna menjembatani perbedaan pandangan antargenerasi, kanvas bisnis diperlukan. Setelah itu, keduanya bisa saling memproduksi model bisnis baru.
“Celakanya, mayoritas pemimpin perusahaan di Indonesia justru berlatar belakang teknis. Anak muda sekarang hanya perlu kebebasan berkreasi. Jika itu tidak terpenuhi, mereka keluar dan mendirikan usaha sendiri,” tutur Rhenald.
Kontribusi generasi muda untuk kehidupan suatu negara perlahan mulai diakui. Pekan lalu, Forbes mengumumkan Boston, Amerika Serikat, sebagai kota untuk tempat menyelenggarakan kegiatan tahunan bagi milenial atau generasi Y.
Kegiatan itu bernama “Under 30 Summit” dan menurut rencana berlangsung 16-19 Oktober 2016. Boston dipilih karena kota itu mempunyai jumlah penduduk muda besar.
Mengutip Bostonglobe, editor majalah Forbes, Randall Lane, menyebutkan 40 persen penduduk Boston berusia 18-34 tahun. Dia berharap, kegiatan tersebut mampu menyedot 5.000 pengunjung. Acaranya pun beragam mulai dari festival makanan, kompetisi rencana bisnis, hingga service day, sebuah program untuk meningkatkan kualitas kota tuan rumah.
U-30 berpengaruh
Forbes baru-baru ini merilis nama-nama anak muda berprestasi yang termasuk “30 Under 30” kategori wirausaha sosial, teknologi konsumer, manufaktur dan energi, kesehatan dan keilmuan, serta perusahaan teknologi. Forbes turut menilai pencapaian mereka untuk masyarakat, selain catatan keberhasilan mereka sendiri.
Untuk “30 Under 30 Asia” kategori wirausaha sosial, contohnya adalah Alok Shetty (29). Dia merupakan arsitek dan pendiri Bhumiputra Architecture. Perusahaannya fokus pada pembangunan rumah bagi kaum miskin di India. Alok tercatat pernah membuat material bangunan dari bahan yang bisa didaur ulang.
Masih di kategori sama, Indonesia juga menyumbang satu nama, yaitu Muhammad Alfatih Timur (24), pendiri Kitabisa.com. Kitabisa.com merupakan laman kumpul dana publik (crowdfunding) pertama di Indonesia. Saat ini, sebanyak 370.000 orang sudah terlibat dalam 590 inisiatif kegiatan pendanaan, seperti operasi kesehatan, korban pengungsi, dan usaha mikro dan kecil.
Anak muda Indonesia juga masuk “30 Under 30 Asia” kategori kesehatan dan keilmuan. Salah satunya adalah Leonika Sari Njoto (22), pendiri usaha rintisan Reblood. Reblood merupakan aplikasi untuk memudahkan pencarian pendonor darah untuk kebutuhan kesehatan.
Aplikasi ini juga berfungsi mempromosikan donor darah di Indonesia. Reblood pernah menjadi juara di Mandiri Young Technopreneur 2013.
Lalu, kategori teknologi konsumer tercatat Kevin Aluwi (29) selaku Co-Founder dan Chief Financial Officer Go-Jek Indonesia. Pengemudi Go-Jek sekarang mencapai sekitar 200.000 orang secara nasional. Fiturnya pun kian interaktif dengan kebutuhan masyarakat urban, antara lain transportasi, pengiriman dokumen, dan makanan.